Wednesday, August 20, 2008

REFLEKSI 63 TAHUN KEMERDEKAAN......Merdekakah kita dengan biaya dan pelayanan kesehatan ???

Sayup-sayup kembali keheningan terasa sekali saat paduan suara Adik-adik AKPER Angin Mammiri mengumandangkan Lagu Indonesia Raya mengiringi Kibaran Sangsaka Merah Putih Menyeruak membela Langit yang tak berawan pagi itu….Tersamar pandangan mataku terselimuti lembar tipis air mata, ada keharuan yang tak kusadari kenapa ….kenapa pagi ini menjadi dramatis begini.Apakah mungkin karena idialime mencari makna merdeka yang sama sekali tidak kutemukan ditengah masyarakatku ?

Kemerdekaan teraih pasti di 63 tahun lamanya,seperti air mengalir setiap tahun diperingati, rutinitas yang tidak membosankan karena Nasionalime yang telah mengakar akan kecintaan menjadi bangsa yang berdaulat.Tapi sudahkah kemerdekaan itu memenuhi semua hajat hidup kita ? karena makna merdeka sejatinya seperti itu…Medekakah kita dengan KESEHATAN ?

INDONESIA RAYA ini adalah salah satu negara dari sedikit negara-negara di dunia, yang belum memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang mantap. Padahal kita telah merdeka lebih dari 63 tahun. Banyak negara yang lebih muda, yang merdeka setelah Indonesia, justru telah memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang lebih mantap, yang menjadi “model” dan berlaku secara nasional. Dampaknya, jelas terkait dengan kemampuan menyediakan dana kesehatan bagi seluruh rakyat…Medekakah kita dengan KESEHATAN ?

Menurut survei PriceWaterhouse Coopers (1999), sebelum krisis ekonomi (1997), Indonesia membelanjakan 19,1 dollar AS per kapita per tahun untuk pemeliharaan kesehatan, atau sekitar 1,7 persen GDP. Bandingkan dengan Malaysia (97,3 dollar AS atau 2,4 persen GDP), Thailand (108,5 dollar AS atau 4,3 persen GDP), Singapura (667 dollar AS atau 3,5 persen GDP), Taiwan (623,8 dollar AS atau 4,8 persen GDP). Pada waktu itu, GDP per kapita Indonesia diperhitungkan sebesar 1.080 dollar AS...Merdekakah kita dengan KESEHATAN?


Laporan itu juga mengatakan, harapan untuk hidup (life expectancy) Indonesia adalah terendah dibanding negara-negara itu, yaitu 68 tahun. Ratio tempat tidur dibanding jumlah penduduk juga terendah, yaitu 0,6 per 1000. Penyebab kematian, di Indonesia ternyata justru penyakit-penyakit yang sebenarnya telah diketahui cara diagnosa dan terapinya, yaitu infeksi alat pernafasan (15,15 persen) dan TBC (11,5 persen). Sedangkan di negara-negara tetangga kita, penyebab kematian utama adalah kanker atau cardio vaskuler, yang merupakan penyakit-penyakit yang lebih sulit pengobatannya....Merdekakah kita dengan KESEHATAN ?

Cakupan kepesertaan penduduk Indonesia dalam program jaminan sosial sektor kesehatan (compulsory coverage, semacam asuransi kesehatan wajib/sosial) juga terendah, yaitu sekitar 15 persen. Bandingkan dengan Thailand, yang telah mencapai 56 persen dan Taiwan 96 persen. Rendahnya cakupan kepesertaan dalam program asuransi kesehatan, ternyata juga menyebabkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan....Merdekakah kita dengan KESEHATAN ?

Meski Indonesia hanya membelanjakan sekitar 10 dollar AS per kapita per tahun untuk obat-obatan, sedangkan Taiwan membelanjakan sekitar 83 dollar AS per kapita per tahun, pemakaian obat generik di Indonesia hanya mencapai sekitar 10 persen, sedangkan di Taiwan, pemekaian obat generik mencapai sekitar 70 persen. Sebabnya, dengan kepesertaan sekitar 96 persen penduduk dalam program asuransi kesehatan (sosial) Taiwan dapat menyelenggarakan standardisasi pelayanan, termasuk obat, sehingga dana yang tersedia dapat dimanfaatkan lebih efisien.Itulah sedikit gambaran, mengapa belanja kesehatan Indonesia adalah yang terendah. Dampaknya, ada keterbatasan membangun sarana kesehatan bagi rakyat dan sudah tentu berpengaruh pada status kesehatan rakyat. Meski status kesehatan tidak semata-mata ditentukan kemampuan dana, masalah mobilisasi dana untuk pembiayaan kesehatan (di Indonesia) semakin mendesak....merdekakah kita dengan KESEHATAN ?



Semoga tulisan ini memperoleh perhatian berbagai kalangan, khusus para decision makers di Republik ini dalam waktu sesingkat mungkin, mengingat kita sudah jauh tertinggal dengan negara lainnya di sektor pembiayaan kesehatan ini.


Salim (tetta_mangung).

Tuesday, August 12, 2008

Harapan baru bagi pengelola data

Dalam waktu yang tidak lama lagi, tim penilai fungsional statistisi Depkes RI akan menyelenggarakan pertemuan antara BPS Pusat, BPS provinsi, unsur Dinkes Provinsi, dan BKD Provinsi untuk membicarakan tentang kesediaan BKD untuk mengangkat dan bekerjasama dengan BPS di wilayahnya untuk menilai fungsional statisti yang berkedudukan di unit kerja bidang kesehatan.
Menurut informasi dari tim penilai fungsional statistisi Depkes RI bahwa BPS pusat sudah menyetujui kerjsama tersebut, sekarang tergantung BKD masing-masing daerah. Adapun persyaratan untuk diangkat menjadi fungsional statistisi antara lain : Bertugas pada urusan data dan informasi, memiliki sertifikat pelatihan ststistisi, atau memilki ijazah jurusan Biostatistik, atau ijazah yang berkaitan dengan data dan informasi, misalnya SIMKES, STIMIK, Informatika dll.
Semoga pertemuan nanti berhasil, supaya kualitas data dan informasi aka menjadi lebih baik. Begitupun ragam kemasan akan menjadi lebih banyak.
Selamat menjadi statistisi.............................

Sunday, August 3, 2008

Pencanangan Bulan Disiplin


Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menerapkan bulan disiplin diterapkan mulai tanggal 1 Agustus 2008 untuk semua unit kerja di bawah PEMDA provinsi. Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel termasuk salah satunya unit yang harus menerapkan bulan disiplin tersebut.
Pada hari Jumat 1 Agustus 2008, pegawai Dinkes Prov Sulsel diabsen dilapangan oleh tenaga kepegawaian sebelum apel dimulai. Dampak dari kebijakan ini sudah mulai kelihatan dengan penuhnya lapangan Dinkes oleh pegawai yang berpakaian olahraga warna merah. Tetapi perlu diketahui bahwa kebijakan bulan disiplin ini diikuti dengan sanksi bagi pegawai yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Jadi kemungkinan besar pegawai banyak ikut apel karena takut dijatuhi sanksi. Tapi mudah-mudahan tidak..................................
Sedangkan gambar yang di bawah menunjukkan pegawai sedang melaksanakan apel siang (1 Agustus 2008) denan pakaian batik khas Sulsel, mereka sedang diabsen oleh kepala seksi masing-masing tetapi didampingi oleh tenaga kepegawaian yang telah diberikan tugas masing-masing mendampingi seksi/ subag.
Banyak cerita karyawan yang menghawatirkan penerapan kebijakan ini hanya panas-panas tai ayam. Terbukti pada apel siang, tidak ada pejabat eselon III yang hadir sehingga komandan upacara bergerak memberikan aba-aba untuk bubar karena tidak ada pejabat eselon III. Tetapi hal ini dilakukan atas perintah Kepala Subag Kepegawaian.
Harapan kami semoga kehawatiran tersebut tidak terjadi, yaitu hanya panas tai ayam tetapi dapat berlangsung untuk selamanya. Karena untuk saat ini pegawai negeri sipil masih sulit diajak berdisiplin dengan kesadarannya sendiri, karena sudah terbiasa dan hal ini terjadi dari pusat sampai ke desa terjadi kurang disiplin. Asalkan sanksi yang telah ditetapkan betul diterapkan bagi PNS yang melanggar, maka kesadaran itu akan tumbuh sedikit demi sedikit. Kuncinya adalah tergantung pada top manajer. Jangan staf diperintah untuk disiplin, tapi mereka tidak, maka pasti akan mentah kebijakan ini
Salut .................. mari mulai disiplin...............